Proses Mudah, KUR Sudah Rp 7 Triliun

| 0 comments

Nasabah mengantre untuk bertransaksi di Bank Mandiri di Gedung Plaza Mandiri, Jakarta, beberapa waktu lalu. Bank pemerintah ini menargetkan menjadi regional champion pada tahun 2010.

JAKARTA, SELASA - Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) mampu menyerap 700.000 debitour dengan kredit mencapai lebih dari Rp 7 triliun hingga 2 Juni 2008. "Hingga 2 Juni lalu, KUR yang terserap sudah mencapai Rp 7 triliun dengan debitor sebanyak 700.000," kata Menteri Negara Koperasi dan UKM, Suryadharma Ali seperti dikutip Antara, di Jakarta, Selasa (24/6).

Menurut dia, perkembangan program tersebut luar biasa dibandingkan pada periode sebelumnya yaitu pada kurun Februari ke April dan dari kurun April ke Juni 2008. Ia mengatakan, kredit pola penjaminan yang diluncurkan Presiden tahun lalu ini dinilai sangat membantu banyak pihak. Di antaranya perbankan sendiri sebagai penyalur kredit juga terbantu karena risiko ditanggung oleh pemerintah melalui lembaga penjamin PT Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha (SPU). "Jadi risiko perbankan menjadi semakin kecil di bawah 30 persen, di samping risiko kemacetan kredit di tingkat UMKM pada umumnya di bawah 5 persen dan bahkan ada yang 3 persen," katanya.

Sementara pelaku UMKM sendiri juga akan sangat terbantu oleh program KUR karena mendapat fasilitas perkuatan modal yang mudah. "Mereka dapat dengan cara yang mudah paling lama 4 hari bahkan ada yang dua hari untuk mengajukan KUR. Dan saat ini KUR juga sudah bisa diajukan secara kolektif," katanya.

Ia menambahkan, saat ini ada sejumlah lembaga keuangan mikro yang juga menjadi kepanjangan tangan perbankan penyalur KUR sehingga masyarakat di daerah-daerah terpencil saat ini bisa turut menikmati program tersebut.

Program yang diluncurkan pada 5 November 2007 itu dan efektif sejak Januari 2008 itu, menurut Menteri dapat dinilai berhasil karena hanya dalam waktu kurang lebih 5 bulan (hingga Juni 2008) mampu menyerap 700.000 debitur yang disyaratkan merupakan debitur baru. "Jadi selama 7 bulan ke belakang Rp14,5 triliun diharapkan dapat terserap dan pada 2009 diasumsikan habis," katanya.

Jika dana tersebut terserap habis maka pemerintah tetap akan mengalokasikan dana khusus untuk melanjutkan program tersebut. Pada 2009 nanti, pihaknya untuk sementara waktu mengalokasikan dana Rp 1 triliun untuk bisa menjamin kredit sebanyak Rp 10 triliun.


KOMPAS - Selasa, 24 Juni 2008 | 13:26 WIB


BRI SUDAH DAPATKAN 620.000 DEBITUR KUR

| 0 comments

Jakarta, 5/6/2008 (Kominfo Newsroom) - Selama tiga bulan berjalan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Bank Rakyat Indonesia (BRI) secara nasional dari 4.000 unit lebih yang ada di Indonesia sudah mendapatkan sekitar 620.000 debitur, dengan minimal pinjaman kredit Mikro ini antara Rp500.000 hingga Rp5 juta.

“Di kantor Cabang prosesnya sudah berjalan selama 6 bulan karena skalanya yang lebih besar, berarti ada prinsip kehati-hatian,” kata Marudut Siringo-ringo, Account Officer Bank BRI, kepada Newsroom, Kamis, (5/6) di Stand Pekan Produk Budaya Indonesia (PPBI).

Sampai saat ini debitur di KUR belum ada yang bermasalah, karena memang dari pengalaman selama ini biasanya pengusaha-pengusaha kecil ini lebih beritikad baik untuk pengembaliannya.
Pemerintah punya Kredit Usaha Rakyat (KUR) melalui bank-bank yang sudah ada, dan selama dua hari ini pada Pekan Produksi Budaya Indonesia (PPBI) yang saat ini sedang berlangsung di Jakarta, sudah banyak calon nasabah yang meminta penjelasan di stand BRI.

KUR di BRI sudah berjalan selama 6 bulan, sedangkan tujuan KUR ini, adalah agar para pengusaha kecil, kalau dari segi usahanya mungkin perkembangannya bagus, sebetulnya mereka membutuhkan modal dari pihak ketiga, terutama bank.

Hanya dari segi persyaratan untuk mengajukan kredit di bank ada sedikit kendala seperti tidak punya aktiva tetap untuk diagunkan. Untuk itu, diambil suatu program dari pemerintah untuk membantu pengusaha kecil yang tidak punyak aktiva tetap dengan program KUR.

Dengan KUR ini, walaupun pengusaha kecil ini tidak punya agunan bisa diberikan kredit dengan jaminan dari pemerintah yang diasuransikan ke Askrindo, dengan besaran kredit KUR minimal Rp.500ribu hingga Rp.500 juta.

Boleh tanpa jaminan, tergantung si penilai, katakanlah beranikah dia memberikan kredit yang diinginkan kreditur, tetapi secara umum memang ada tapi tidak mengcover, hanya keterikatan moral saja, kata Marudut..

Tapi untuk kredit di bawah Rp.100juta, karena resiko ini masih bisa ditanggulangi, ini bisa murni tanpa agunan, sedangkan untuk bunganya itu bisa bervariasi karena antara bank bunganya berbeda-beda.

Kalau BRI untuk kredit Mikro kreditnya sampai dengan Rp5juta, bunganya 15%, tanpa agunan, kalau kredit Mikro, itu bisa mengajukan di BRI Unit, sedangkan kredit diatas Rp.5juta, harus melalui kantor cabang pembantu atau kantor cabang. “Bunga untuk kredit di atas Rp.5juta, bunganya sebesar 14-16% dan itu kebijakan dari kantor pusat,” kata Marudut.

Mengenai resiko kredit Mikro, memang diakuinya cukup besar, dan memang tidak sembarangan memberikan kredit tanpa agunan dan BRI punya penilaian-penilaian khusus, walaupun dalam aturannya dikatakan boleh tanpa agunan. “Kita tinggal menilai sendiri apakah mau diberi tanpa agunan, atau diminta juga agunannya. Itu tergantung dari penilaian BRI,” katanya.

Mereka yang berhak mendapatkan kredit Mikro adalah para pengusaha kecil, seperti tukang nasi goreng, atau tukang baso, dan mereka bisa mengajukan kredit dan selama dia punya usaha yang dijalankan secara serius dan punya kemauan untuk berkembang, bisa diberikan kredit sesuai dengan kemampuan kreditur membayar.

Syarat bagi kreditur untuk meminjam uang sebesar Rp. 5juta hingga Rp.100juta, hanya memakai surat keterangan usaha dari kelurahan dan identitas pribadi, KTP, KK dsbnya, sedangkan kredit diatas Rp100juta, wajib punya SIUP, NPWP.” Proses pengajuan hingga cair butuh waktu hanya 2 hari untuk kredit Mikro, sedangkan yang mengajukan kredit di atas Rp.5juta butuh waktu pencairannya sampai 5 hari,” kata Marudut.(T.Ad/toeb/c)


Dari GSM: Baca juga Dampak KUR Terhadap Pertumbuhan Ekonomi


Dampak KUR Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

| 0 comments

Program penyaluran kredit untuk pengembangan usaha rakyat oleh pemerintah, bekerjasama dengan perbankan merupakan langkah positif dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi kerakyatan sebagai pondasi perekonomian daerah. Program ini sekaligus menunjukkan masih cukup besarnya komitmen pemerintah terhadap kehidupan masyarakat bawah yang umumnya menggantungkan hidup dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) atau juga dapat disebut usaha rakyat.

Dari studi yang dilakukan terhadap kehidupan usaha kecil, salah satu dari tujuh permasalahan utama yang dihadapinya selama ini adalah: kesulitan dalam mendapatkan modal dengan biaya yang murah untuk pengembangan usaha (Syafrizal Chan, 2007). Bagi usaha kecil, kebutuhan dana untuk pengembangan usaha selama ini lebih banyak disediakan sendiri dengan jumlah yang jauh dari memadai dibandingkan dengan kebutuhan sesungguhnya.

Setelah itu baru menggunakan dana dari keluarga dan kerabat, koperasi dan lembaga keuangan mikro lainnya, para pelepas uang (money lender) dengan biaya bunga yang tinggi, serta dari bank dan lembaga keuangan lainnya (Mudrajad Kuncoro, 2003).

Karena itu program penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan yang dilakukan oleh bank-bank besar, baik oleh bank pemerintah dan bank swasta akan disambut antusias oleh para pelaku usaha kecil.

Pertanyaannya : bagaimana penyaluran kredit ini agar dapat memberikan dampak bagi percepatan pertumbuhan ekonomi?

Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi

Dalam kontek akademik, pertumbuhan ekonomi hingga saat ini masih tetap digunakan sebagai salah satu indikator penting untuk melihat bagaimana prestasi dari pembangunan yang dilaksanakan. Pertumbuhan ekonomi tidak lain adalah gambaran dari kenaikan produksi barang-barang dan jasa-jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi selama satu tahun (Mankiw, 2003).

Sektor-sektor ekonomi dimaksud dalam perekonomian Indonesia adalah : Sektor Pertanian, Pertambangan dan Penggalian, Industri Pengolahan, Listrik Gas dan Air Minum, Kontruksi, Perdagangan Hotel dan Restoran, Pengangkutan dan Komunikasi, Keuangan Persewaan, Jasa Perusahaan, dan Jasa-jasa (sembilan sektor). Dilihat dari pelaku usaha, maka yang menghasilkan barang dan jasa tersebut adalah usaha milik negara, usaha swasta, dan koperasi.

Berdasarkan hasil sensus ekonomi tahun 2006, dari 501.410 unit usaha yang ada di Sumatetra Barat, sebanyak 497.690 atau 99,26 % diantaranya adalah usaha kecil dan usaha mikro. Sedangkan usaha menengah dan besar hanya 3.720 atau 0,74 %.

Usaha kecil ini tersebar hampir di segala bidang kehidupan masyarakat, seperti bidang pertanian, penggalian, industri pengolahan, penyaluran gas dan air minum, kontruksi, perdagangan eceran, akomodasi makanan dan minuman, tranportasi dan komunikasi, perantara keuangan, persewaan, kesehatan serta kegiatan sosial.

Untuk membangun dan mengembangkan usaha kecil ini sangat diperlukan berbagai kebijakan, mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapinya dalam melakukan kegiatan usaha.

Penyediaan modal dengan biaya dan persyaratan yang mudah, jelas merupakan suatu kebijakan yang akan memberikan dampak positif bagi usaha kecil dalam melakukan berbagai kegiatan usaha.

Dengan modal yang diperoleh maka akan memotivasi pelaku usaha untuk memanfaatkan berbagai peluang usaha pada lingkungannya. Menggunakan bahan baku lokal yang tersedia, memanfaatkan tenaga kerja yang melimpah untuk menghasilkan barang dan jasa guna memenuhi berbagai macam kebutuhan pasar, baik pasar lokal maupun pasar regional dan internasional.

Dewasa ini bidang-bidang usaha produksi yang sangat potensial untuk dikembangkan oleh usaha kecil adalah bidang usaha peternakan, perikanan, pertanian, kerajinan, serta aneka makanan dan minuman.

Peningkatan kegiatan usaha yang dilakukan oleh usaha kecil ini akan meningkatkan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam ber bagai sektor perekonomian, sehingga akan dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Sebagaimana Model Pertumbuhan Ekonomi yang dikemukakan oleh Harrod-Domar. Mereka menekankan betapa pentinya masyarakat untuk menabung guna mendukung kegiatan investasi yang akan mendorong pertumbuhan yang direpresentasikan oleh peningkatan pendapatan nasional. Untuk peningkatan pendapatan nasional diperlukan tambahan kapital stok dalam jumlah tertentu, sehingga terdapat rasio antara pendapatan nasional dan kapital stok (capital-output ratio).

Model Harrod-Domar menunjukkan betapa pentingnya tabungan (saving) untuk mendukung investasi guna menciptakan pertumbuhan. Menurut Domar Peningkatan tabungan akan meningkatkan kapital stok, yang berarti tersedianya dana untuk mendukung investasi. Penyaluran dana kepada dunia usaha maka akan dapat meningkatkan output yang dihasilkannya.

Peningkatan penyaluran kredit usaha rakyat dalam jumlah yang cukup besar juga diperkirakan, selain akan meningkatkan pertumbuhan, juga akan mendorong terjadinya perubahan struktur perekonomian dari sektor tradisional ke sektor moderen.

Sebagaimana teori perubahan struktural (structural-change models) yang dikemukakan oleh Athur Lewis yang menekankan pada mekanisme transformasi ekonomi dari kegiatan ekonomi pertanian subsistem menuju sektor modern yang berbasis industri manufaktur dan jasa.

Proses transformasi terjadi karena surplus tenaga kerja di sektor pertanian akan pindah ke sektor industri. Pada sisi lain keuntungan pada kegiatan industri akan digunakan untuk investasi, sehingga akan terjadi pertumbuhan sektor ini yang pada akhirnya secara bertahap akan terjadi perubahan struktur ekonomi ke arah industri.

Pertumbuhan sektor industri dengan nilai tambah tinggi akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja.

Jadi dari kedua teori yang dikemukan menunjukkan bahwa untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi diperlukan akumulasi modal (capital) melalui tabungan (saving) untuk mendukung investasi. Komponen masyarakat yang mampu menabung adalah kelompok orang kaya, bukan dari kelompok orang miskin. Sehingga pertumbuhan ekonomi hanya dapat dimotori oleh kelompok masyarakat yang mampu melakukan memupukan modal.

Dalam paraktek ekonomi bahwa yang melakukan akumulasi modal orang-orang kaya adalah perbankan dan lembaga keuangan. Karena itu penyaluran dana yang sudah diakumulasi oleh perbankan dan lembaga keuangan akan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya apabila dana yang sudah terakumulasi tidak disalurkan atau dipersulit penyalurannya oleh perbankan dan lembaga keuangan, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi, mempersulit penyedian lapangan kerja, dan menyesengsarakan masyarakat.

Kebijakan penyaluran Kredit Usaha Rakyat untuk mendorong Pertumbuhan Ekonomi. Terkait dengan program kredit usaha rakyat jika ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, maka penyalurannya harus dilakukan dengan kebijakan sebagai berikut:

  1. Mempriotaskan penyalurannya terhadap bidang-bidang usaha produktif pada sektor pertanian, peternakan, perikanan, industri pengolahan dan kerajinan, aneka makanan dan minuman.
  2. Penyalurannya dilakukan terhadap bidang-bidang usaha rakyat yang mempunyai potensi berkembang dengan baik, namun kekurangan dana untuk pembiayaannya.
  3. Penyaluran kredit sebaiknya dilakukan melalui kelompok usaha dan melalui koperasi yang mempunyai anggota pelaku usaha kecil.
  4. Penyaluran kredit harus diikuti dengan bantuan teknis, pelatihan dan pendampingan.
  5. Penyaluran kredit kepada pelaku usaha yang belum pernah menggunakan dana perbankan untuk pembiayaan usaha, harus dilakukan dengan hati-hati, selektif dan dalam jumlah yang tidak terlalu besar untuk tiap pelaku usaha.
  6. Persyaratan untuk mendapatkan kredit tidak rumit dan tidak banyak, sehingga mudah diakses oleh pelaku usaha.
  7. Biaya transaksi untuk merealisasikan kredit tidak menjadi tanggungan pelaku usaha.
  8. Penyaluran kredit harus dalam waktu yang tepat sesuai dengan kebutuhan dana bagi para pelaku usaha.
  9. Harus ada tenggang waktu cicilan pengembalian pinjaman minimal enam bulan semenjak penyaluran.
  10. Para pelaku usaha harus dididik untuk berhemat dan rajin menabung sebagai persiapan untuk pembentukan modal sendiri.

Syafrizal Chan,
Direktur Pusat Kajian dan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan
Universitas Bung Hatta (UBH)
Sumber: www.padangekspres.co.id, Sabtu, 17 Mei 2008

Disampaikan dalam diskusi topik aktual pada Balitbangda, Sumatera Barat, 7 Mei 2008